Pertama Kali Dalam Sejarah Seekor Burung Pipit Ini Bermigrasi Dari Timur ke Barat

Jakarta - Diduga perubahan iklim mengubah perilaku migrasi burung pipit Richard di padang rumput Siberia.

Ketika dinginnya musim gugur merambah padang rumput Siberia, burung pipit Richard (Anthus richardi) biasanya memulai perjalanan ke selatan, menuju belahan Bumi yang lebih hangat.

Proses migrasi itu telah terjadi setiap tahun, selama berabad-abad. Namun, para peneliti baru saja menemukan bahwa mulai banyak burung-burung jenis ini yang justru terbang ke Barat, seperti membangun rute baru untuk bermigrasi.

Kemungkinan besar, rute ini akan menjadi rute migrasi jarak jauh pertama yang diketahui pada poros timur-barat. Temuan ini menjadi temuan yang penting bagi para ilmuwan, bagaimana memahami evolusi rute migrasi burung dari waktu ke waktu dan bagaimana hewan beradaptasi dengan perubahan iklim.

Mengutip artikel yang ditulis Jake Buehler di ScienceNews, pipit Richard biasanya berkembang biak di Siberia selama musim panas dan melakukan perjalanan ke selatan menuju Asia yang lebih hangat. Kadang, beberapa dari mereka memang ada yang tersesat jauh dari tujuan awal, misalnya sampai ke Eropa.

Namun, akhir-akhir ini, ahli biologi evolusi dari Universite Grenoble Alpes di Paris, Paul Dufour, mengamati burung-burung tersebut saat ini semakin banyak ditemukan di bagian selatan Prancis.

Awalnya, pada 1980-an dan 1990-an, hanya ditemukan beberapa individu burung saja, namun belakangan ditemukan jumlahnya mencapai puluhan.

Saat ini, Dufour dan timnya sedang memantau burung-burung pipit di Prancis dan Spanyol untuk mencari tahu dari mana burung-burung itu berasal, apakah mereka sengaja mengunjungi Eropa atau hanya karena tersesat.

Sepanjang musim dingin 2019-2020, para peneliti menangkap tujuh burung pipit di Prancis dan menandainya menggunakan sensor yang dapat memperkirakan posisi geografis burung berdasarkan tingkat cahaya dan panjang hari.

Mereka lalu melepaskan kembali burung-burung tersebut. Pada musim dingin berikutnya, mereka berhasil menangkap lagi tiga dari tujuh burung tersebut. Dari sensor-sensor yang dipasang menunjukkan bahwa burung-burung itu telah kembali pada bagian barat daya Siberia pada musim panas, sebelum kembali ke Prancis.

Para peneliti juga mengamati gambar dalam database citizen-science dari 331 pipit Richard yang difoto di Eropa dan Afrika Utara dan mengkategorikan burung-burung tersebut berdasarkan usianya.

Dan burung-burung yang memiliki rute migrasi tak biasa, selalu merupakan burung muda. Burung penyanyi memang cenderung mengikuti rute berdasarkan insting yang tertulis dalam DNA mereka, meniru perjalanan yang dilakukan nenek moyang mereka.

"Tetapi badai atau mutasi yang menciptakan kemampuan menemukan arah yang salah dapat membuat burung penyanyi muda melenceng dari sasaran," kata Paul Dufour seperti dilansir oleh ScienceNews baru-baru ini.

Di manapun dia tiba, migrasi pertama burung penyanyi akan menciptakan peta mental untuk setiap migrasi setelahnya, sehingga burung dewasa yang ada di Eropa tentu telah melakukan perjalanan lebih dari sekali.

Karena sebagian besar burung pipit di Eropa Selatan dan Afrika barat laut yang didokumentasikan di musim dingin adalah burung dewasa, Dufour dan timnya berpikir bahwa banyak dari burung pipit ini adalah migran musiman.

Pergeseran kontemporer dalam rute migrasi lebih sering terjadi pada spesies yang melakukan perjalanan melalui isyarat kelompok perjalanan, seperti angsa atau bangau.

"Burung penyanyi, biasanya bermigrasi sendiri, mengikuti rute naluriah mereka saat masih muda sehingga perubahan pola migrasi lebih jarang terjadi," lanjutnya.

Apalagi migrasi timur-barat tidak biasa terjadi pada burung. Sebagian besar spesies yang melakukan perjalanan dengan cara ini adalah yang bermigrasi jarak pendek di daerah tropis.

Jika jalur Eropa para pipit kini menjadi jalur yang sudah mapan, kemungkinan jalur tersebut dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dufour dan timnya menggunakan version komputer untuk memperkirakan kesesuaian iklim untuk para pipit di Eropa berdasarkan variable seperti suhu dan curah hujan.

Mereka membandingkan dua periode (1961 hingga 1990 dan 1990 hingga 2019), dan menemukan bahwa suhu yang lebih hangat pada periode terakhir telah membuat sebagian besar Eropa selatan menjadi lokasi musim dingin yang lebih baik untuk burung ketimbang sebelumnya.

Faktor existed mungkin juga disebabkan oleh perubahan habitat di wilayah Asia Tenggara, namun para ahli belum melakukan penelitian untuk masalah ini.

Seorang ahli ekologi di Institut Ornitologi Swish, Ginny Chan, mengatakan bahwa jenis perubahan lingkungan yang dapat merusak populasi burung memang terjadi sangat cepat di daerah Asia Timur dan Selatan.

"Di India, populasi pipit Richard telah menurun lebih dari 90 persen selama beberapa dekade terakhir," kata Chan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Militer Rusia Sedang Merakit Kapal Militer Jenis Siluman yang Sulit Terdeteksi

Mengapa Warna Bintang Bisa Berbeda-beda? Berikut Penjelasannya

Penjelajah Yutu 2 China Menemukan Objek Misterius Berbentuk Kubus di Bulan